Konflik Dalam Perusahaan Keluarga
By: Arudi Satyagraha ǀ August 7, 2021

Perusahaan keluarga yang di dalamnya terjadi pertemuan antara unsur bisnis dan unsur keluarga dan pertemuan antara anggota keluarga satu dengan lainnya menjadi sangat potensial untuk timbulnya konflik, baik itu antara kepentingan bisnis dengan kepentingan keluarga maupun antara kepentingan di antara para anggota keluarga yang masing-masing merasa mempunyai hak yang sama, bahkan bisa terjadi juga konflik antara anggota keluarga dengan non anggota keluarga.

  

Pada saat terjadi konflik antara dua pihak maka mereka dihadapkan pada pilihan untuk “menghadapinya” atau “melarikan diri”. Dalam kebanyakan kasus perusahaan keluarga maka pernyataan yang sering diungkapkan adalah “Saya lebih baik tidak ikut campur...” atau “Saya tidak mungkin memberitahu kepada mereka perasaan saya...” atau “Saya sungguh tidak habis pikir apa sih yang dia inginkan...” dan lain sebagainya.

Kondisi untuk memilih lebih baik diam itu tanpa disadari bukan membuat suasana menjadi lebih baik tapi justru akan menjadi seperti bom waktu yang suatu saat akan meledak dan menjadi lebih serius bahkan bisa merusak hubungan kekeluargaan dan bahkan bisa menghancurkan usaha yang telah dibangun sekian lama oleh para pendiri.

Situasi yang tidak mudah ini dapat dimaklumi karena adanya percampuran antara urusan keluarga dengan urusan bisnis dimana pada sistem keluarga keputusan dibuat berdasarkan emosi sedangkan pada sistem bisnis keputusan dibuat berdasarkan komitmen dan tanggung jawab. Hal ini terjadi karena banyak anggota keluarga yang mempunyai peran ganda yaitu sebagai anggota keluarga dan pada saat yang bersamaan sebagai pemegang saham bahkan sebagai pejabat yang menerima tanggung jawab dari perusahaan.

Apa yang dapat dilakukan dalam menghadapi situasi yang sulit ini ??

Konflik internal pada kebanyakan perusahaan keluarga dilihat sebagai hal yang tidak menyenangkan bahkan merusak dan inilah yang menjadi alasan mengapa mereka memilih diam daripada menghadapinya. Hal ini dipandang sebagai sesuatu yang normal bahkan sudah menjadi norma pada perusahaan keluarga. Menyikapi kondisi seperti ini maka hal terbaik yang dapat dilakukan adalah mengajari mereka cara bertarung yang sehat sehingga akan mengubah cara pandang mereka dan melihat konflik yang bersumber dari adanya perbedaan pendapat justru merupakan kekayaan yang dimiliki perusahaan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kinerja atau daya saing perusahaan.

Berdasarkan studi terungkap bahwa pengelolaan konflik dapat dilakukan dengan salah satu dari lima strategi berikut ini yaitu menghindar, bersaing, mengakomodasi, berkompromi dan berkolaborasi. Dari kelima strategi ini yang terbaik adalah

  

berkolaborasi karena akan menciptakan sinergi yang justru akan meningkatkan hasil yang lebih baik. Jika tidak dimungkinkan dengan cara berkolaborasi maka pilihan berikutnya adalah dengan berkompromi dimana kedua pihak bertemu di tengah untuk kebaikan bersama.

Pada ketiga cara lainnya akan terjadi kondisi dimana satu pihak menang dan pihak yang lain kalah sehingga tidak akan menyelesaikan masalah dengan baik bahkan dapat menimbulkan masalah baru. Sementara dengan cara kolaborasi maupun kompromi maka tidak ada pihak yang dirugikan sehingga kedua cara ini dipandang sebagai pilihan yang terbaik dalam menyelesaikan konflik.