Komunikasi Dalam Perusahaan Keluarga
By: Dianti Arudi ǀ July 28, 2021

 

Perusahaan keluarga adalah wadah mulia dan unik, berbisnis dan berkeluarga bersamaan. Dalam kebersamaan itu tercipta momen-momen dimana tiap anggota keluarga yang terlibat di dalam bisnis, secara sengaja dan tidak sengaja bertukar peran dengan cepat dan tepat. Suatu saat seseorang menjadi ayah, paman, tante, keponakan, anak, disaat lain menjadi profesional, pemegang posisi kunci di perusahaan. Sebagai pembuat keputusan, para profesional ini dituntut, tidak bisa tidak, untuk memikirkan dan bertindak demi kepentingan perusahaan. Namun di sisi lain, si pembuat keputusan ini harus berhadapan dengan pihak yang terdampak oleh keputusannya dan orang itu adalah keluarganya. Apakah ini sulit? Jawabannya bervariasi, bisa “gampang kok, kan kita usaha, usaha ya usaha, tidak dicampur dengan urusan keluarga”. Atau jawabannya bisa “perusahaan ini kan untuk kepentingan keluarga, pastikan keluarga dapat manfaat”

Kedua jawaban di atas wajar saja terjadi dalam pembicaraan antara anggota keluarga yang terlibat dalam usaha keluarga. Agar pesan yang ingin disampaikan tercapai, para pihak yang terlibat dalam komunikasi tadi seyogjanya selalu menilik latar belakang orang yang diajak komunikasi.

Sebuah keluarga sudah memiliki kultur dan latar belakang tersendiri. Kultur keluarga inti belum tentu sama dengan kultur keluarga besar. Tentu saja tiap anggota keluarga punya keunikan masing-masing dalam berkomunikasi namun pengaruh keluarga besar tidak dapat dihindarkan. Adalah bijak bila pada saat melakukan komunikasi, para pihak mengenali betul latar belakang lawan bicaranya.

Dalam perusahaan keluarga, tidak jarang komunikasi yang terjadi adalah komunikasi antar generasi. Beda gaya, beda kultur.

Pengetahuan latar belakang demografis dapat dipakai sebagai kiat untuk mengenal lawan bicara. Usia, lama bekerja, pendidikan, pekerjaan, latar belakang keluarga inti, hobi, kesehatan dan lain-lain. Usia, misalnya. Bila Oom Manajer adalah seseorang

 

yang berusia 50 tahun, tentu seorang keponakan Manajer berusia 35 tahun perlu lebih sensitif saat mengungkapkan keberhasilannya yang menghasilkan efisiensi bagi perusahaan. Di satu sisi pembicaraan mengenai keberhasilan efisiensi untuk kepentingan perusahaan, di sisi lain perlu dihindari adanya nuansa perbandingan hasil kerja antara Oom Manajer dengan Keponakan Manajer.

Dengan pemahaman demografis yang memadai, anggota keluarga yang posisinya sesama sepupu dengan latar belakang yang tidak jauh berbeda dapat diharapkan lebih mudah menyelaraskan ide-ide. Demikian pula posisi Ayah, tante, maupun oom juga diharapkan dapat menjembatani komunikasi, termasuk komunikasi antar generasi. Tak jarang pendiri usaha sering dianggap sulit diajak komunikasi karena beda generasi, beda jaman, beda segalanya. Anak, keponakan yang baru bergabung tak pelak juga punya predikat khusus, “sekarang kalian enak, dulu kami susah payah”

Suasana di atas tidak perlu membuat kita ciut. Kenali dan dekati. Yang jelas, sebagai anggota keluarga, Anda pun bekerja dan mendapatkan nafkah dari perusahaan ini. So?  be happy… be productive...